Minggu, 08 Agustus 2021

Menaruh Harapan Devisa pada Realisasi B30

 Digaungkan awal 2020, bahan bakar nabati yang merupakan campuran 30 persen biodiesel dan 70 minyak solar kini cukup dikenal di pasaran. Pemerintah menyebutnya B30, atau familiar dengan nama jual ‘biosolar’ bagi para pelanggan SPBU Pertamina dan beragam nama jual lain di SPBU non-Pertamina. Satu setengah tahun sudah B30 mengisi tangki-tangki kendaraan bermesin diesel yang mondar-mandir di jalanan, memberi kontribusi berarti pada pengurangan emisi. Satu setengah tahun sudah B30 mengisi tangki-tangki kendaraan bermesin diesel yang mondar-mandir di jalanan, memberi kontribusi berarti pada pengurangan emisi.

Sejarah telah ditorehkan saat program B30 tersebut dicanangkan. Campuran biodiesel 30 persen menasbihkan negara ini sebagai negara pertama pengguna B30, persentase campuran biodiesel tertinggi di dunia. Negara kita pun dijadikan acuan bagi para peneliti biodiesel dari berbagai belahan benua. Dan lebih dari itu, bicara tentang bioediesel adalah bicara tentang sebuah perjuangan kemandirian energi bangsa Indonesia.

Biodiesel telah membuka jalan baru bangsa kita. Mandatori pemanfaatannya perlahan kurangi ketergantungan impor BBM. Sejak bilangan harga minyak dunia menembus USD100 per barel di tahun 2005, Pemerintah pun memberi ruang bagi biodiesel dengan melahirkan mandatori pada tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5 persen. Secara bertahap, kadar biodiesel meningkat hingga 7,5 persen pada tahun 2010, 15 persen di tahun 2015, 20 persen di awal 2016 dan 30 persen mulai 1 Januari 2020.

Sebagai produsen terbesar sawit dunia, biodiesel telah membuka kesempatan atas terbukanya pasar domestik sawit, di samping juga menambah nilai ekonominya. Secara sederhana, sawit diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil), dan diolah lagi menjadi FAME (Fatty Acid Methyl Ester), produk inilah yang kemudian dikenal sebagai ‘biodiesel’. Biodiesel dari sawit Indonesia ini menjadi nafas segar dari seretnya kondisi ekonomi global sekaligus menyelamatkan neraca dagang.

Penerapan B30 memberi dampak positif pada lonjakan permintaan domestik akan CPO, juga menimbulkan multiplier effect bagi sekitar 16,5 juta petani kelapa sawit di Indonesia. "Ini artinya progam B30 akan berdampak pada para pekebun kecil maupun menengah, petani rakyat yang selama ini memproduksi sawit serta para pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik kelapa sawit," kata Presiden saat me-launching penerapan B30, 23 Desember 2019 silam.

Konsistensi peningkatan kadar campuran biodiesel menunjukkan program ini juga bukan program angin-anginan. Pemanfaatan biodiesel secara nasional terus berkembang baik dari segi volume, campuran, ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalamnya. Pengembangan biodiesel telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada konsumsi energi nasional dan dimungkinkan dapat memberikan kontribusi 15 persen pada penurunan gas rumah kaca di sektor energi tahun 2030.

Bagaimana dengan semester 1 tahun 2021? Mampukah B30 memberi harapan positif bagi neraca dagang Indonesia di tengah pandemi Covid-19 yang melanda?

Diakui pemerintah, pandemi telah memberikan pengaruh pada penyaluran biodiesel di lapangan. Terbatasnya tangki penyimpanan dan keterlambatan unloading FAME akibat kepadatan di jetty menjadi kendala jamak akibat terbatasnya transportasi dan juga personel yang bertugas di masa pandemi. Belum lagi perkara teknis yang membutuhkan maintenance pada pabrik pemrosesan biodiesel yang kadang belum bisa ditentukan waktu selesainya karena membutuhkan alat berat yang agak susah didapatkan.

Tapi hal tersebut bukan menjadi alasan kelonggaran bisa menyalurkan solar murni (B0) di pasaran. Pengawasan mandatori tetap dijalankan, berbagai upaya dikerahkan agar B30 tetap tersedia bagi masyarakat di berbagai penjuru nusantara. Mendorong menyiapkan tanki penyimpanan tambahan, menambah fasilitas jetty, meningkatkan pengawasan, dan menghindari unplanned maintenance harus menjadi antisipasi pemerintah bersama dengan badan usaha.

Rilis capaian baru saja diungkapkan Kementerian ESDM, menunjukkan kinerja positif program B30 pada semester I tahun 2021. Volume biodiesel yang telah tersalurkan tercatat sebesar 4,3 juta kilo Liter (kL) atau 46,7 persen dari target penyaluran biodiesel tahun 2021 (9,2 juta kL). Menunjukkan sedikit perlambatan di semester awal, namun diyakini masih bisa dikejar di semester kedua tahun ini. Angka tersebut setara dengan penghematan negara hingga Rp29,9 Triliun, terdiri dari penghematan devisa sebesar Rp24,6 Triliun dan nilai tambah dari Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp5,3 Triliun.

Bila ditelusuri ke belakang, angka pemanfaatan biodiesel saat ini telah tumbuh tiga kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada 2015, realisasi biodiesel dicatatkan sebesar 3,01 juta kL, kemudian meningkat menjadi 8,46 juta kL di tahun 2020 yang berdampak pula pada penghematan devisa sebesar Rp38,31 triliun pada tahun tersebut. Track record yang sulit ditandingi negara-negara penghasil biodiesel lainnya.

Wajar bila Indonesia kemudian diperhitungkan sebagai negara yang mempengaruhi pasar biodiesel dunia. Produksinya telah melampaui Amerika Serikat, Brasil, maupun Jerman. PR selanjutnya adalah bagaimana biodiesel Indonesia mampu bertahan dengan jaminan feedstock dan kestabilannya, sehingga Indonesia dapat bertahan sebagai aktor utama penentu harga biodiesel dunia. Bila jaminan itu ada, maka penghematan negara dari penerapan B30 maupun persentase campuran yang lebih tinggi akan tetap terjaga konsistensinya.

Telah dipublish:
https://kumparan.com/khoiria/menaruh-harapan-devisa-pada-realisasi-b30-1wCehVoLMH1/full